Pages

Benarkah Merayakan Maulid Nabi itu Bid’ah dan Masuk Neraka?

Asslm. Wr. Wb
Saya selalu mengikuti situs ini khususnya rubrik yang bapak asuh.
Sekarang banyak sekali pertentangan dimasyarakat, dengan tujuan memurnikan ajaran agama sesui sunnah. Tapi bagi orang awam kadang merubah tradisi susah.
Yang saya mau tanyakan apakh tidak boleh kita merayakan maulid nabi SAW, nuzulul qur’an, maulud nabi dan isra mikraj dengan pengajian dimasjid? Apakah ini tidak pernah dilakukan oleh para sahabat atau tabiin-tabiin.
Lalu apakah ini termasuk bid’ah? Jazakalah
Wasslm. Wr. Wb
adi
Jawaban
Asalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Para shahabat nabi memang tidak pernah mengadakan ritual apapun, termasuk tidak pernah merayakan peringatan hari lahirnya nabi Muhammad SAW, juga tidak pernah merayakan hari turunnya Al-Quran dan Isra’ mi’raj nabi.
Semua itu tidak pernah dilakukan di zaman shahabat, apalagi di zaman nabi SAW masih hidup. Tidak ada satu pun ulama yang menolak realita ini. Semua mengakui bahwa di masa itu belum ada kegiatan seperti itu.
Namun ketika ada orang atau kalangan masyarakat muslim yang kemudian melakukannya, seperti yang kita lihat di berbagai negeri muslim, apakah hal itu juga harus dilarang? Apakah perayaan itu menjadi bid’ah dan haram untuk dikerjakan?
Yang jadi titik masalah adalah : apakah secra khusus Nabi SAW melarang semua perayaan itu? Apakah ada dalil dari Quran dan Sunnah yang shahih dimana secara eksplisit Nabi SAW mengharamkan semua perayaan itu? Ataukah larangan itu hanya merupakan hasil ijithad sebagian kalangan?
Jawaban masalah seperti ini tidak pernah sampai ke titik final kesepakatan. Para ulama dan umat Islam banyak berbeda dalam menyikapinya. Sebagian kalangan tanpa tedeng aling-aling langsung mengeluarkan fatwa haram dan bid’ah. Artinya, siapa saja yang melakukan berbagai kegiatan ini berdosa besar dan matinya akan masuk neraka.
Namun sebagian lainnya memandang dengan sudut pandang berbeda. Meski tetap mengakui bahwa di masa nabi SAW dan di masa para shahabat tidak pernah ada kegiatan seperti ini, namun dalam pandangan mereka, kegiatan seperti ini tidak lantas menjadi haram untuk dikerjakan.
Dua kubu ini sejak zaman dahulu sudah berbeda pendapat, dan rasanya sampai hari ini perbedaan pendapat itu masih tetap berlangsung. Yang satu tetap setia dengan vonis bid’ahnya dan yang lain tetap komintmen untuk tidak membid’ahkannya.
1. Pendapat Yang Membid’ahkan
Mereka yang membid’ahkan perayaan-perayaan seperti disebutkan di atas, biasanya berargumen bahwa apa saja kegiatan keagamaan yang tidak ada contoh dari Rasulullah SAW dan para shahabat, berarti hukumnya bid’ah. Dan semua jenis bid’ah itu sesat dan orang sesat itu tempatnya di neraka.
Mereka umumnya sangat khawatir kalau urusan mengadakan perayaan maulid, isra’ mi’raj dan nuzulul quran akan menyeret diri mereka ke neraka. Tidak cukup ketakutan itu untuk diri mereka, mereka pun sibuk berkampanye melarang umat Islam melakukannya.
Jutaan eksemplar buku, kaset, ceramah, rekaman dan alat propaganda serta aliran dana mereka gulirkan untuk kampanye bahwa semua itu adalah sesat dan berujung ke neraka.
Dalilnya sederhana saja, karena semua itu tidak pernah dilakukan di zaman nabi, maka siapa saja yang melakukannya dianggap telah membuat agama baru dan tempatnya kekal di dalam neraka.
2. Pendapat Yang Membolehkan
Mereka yang membolehkan tidak juga tidak mau kalah dalam berargumen. Meski di zaman nabi tidak pernah dilakukan, namun menurut mereka tidak lantas kegiatan seperti itu bisa dianggap sebagai bid’ah sesat dan membawa ke neraka.
Sebab yang termasuk bid’ah hanyalah bisa seseorang menambah ritual peribadatan, seperti shalat yang ditambahi rukun atau rakaatnya.
Sedangkan kegiatan peringatan maulid nabi, menurut mereka, tidak ada kaitannya dengan ibadah rtitual, namun lebih terkait dengan masalah teknis muamalah. Dan dalam masalah muamalah, prinsipnya apapun boleh dilakukan selama tidak melanggar hal-hal yang memang secara tegas dilarang.
Kalau menambahi rakaat shalat shubuh menjadi tiga rakaat, barulah itu namanya bid’ah. Atau mengubah tempat haji dari Arafah ke lapangan monas, itu juga bid’ah. Tapi kalau kita memperingati lahirnya seseorang termasuk nabi kita, atau hari awal turunnya Quran, sama sekali tidak ada kaitannya dengan ritual ibadah.
Namun mereka yang membolehkan perayaan maulid Nabi SAW sepakat mengharamkan perayaan itu apabila mata acaranya merupakan hal-hal yang secara tegas bertentangan dengan aqidah dan syariah. Misalnya, perayaan maulid dengan memberikan sesaji kepada kuburan keramat, atau kepada keris dan pusaka.
Bahkan ada yang mengusap-usap benda pusaka itu dengan niat mengharapkan barokah dan kesembuhan, naik gaji dan pangkat, lancar usaha dan rejeki, digampangkan jodohnya, atau agar suaminya tidak kawin lagi, gampang mencari pekerjaan dan seterusnya. Perayaan maulid dengan praktek pedukunan semacam ini keharamannya sudah disepakati para ulama. Bukan memperingati maulidnya, tetapi praktek-praktek yang haramnya itulah yang menjadi titik masalah.
Bahkan kita dahulu sering menyaksikan di alun-alun utara Keraton Mataram Ngayogyokarto Hadiningrat, tiap malam sekatenan yang intinya merupakan perayaan maulid Nabi SAW, malah disemarakkan dengan pagelaran dangdut, dimana para biduannya bergoyang dan menari seronok, mengumbar aurat, membangkitkan nafsu birahi para pengunjung. Perayaan maulid seperti ini jelas bertentangan dengan syariat Islam dan para ulama sepakat mengharamkannya.
Akan tetapi kalau yang dilakukan adalah kajian tentang sirah nabawiyah, baik berupa seminar, dialog, diskusi, talkshow, maka kegiatan itu jelas positif. Baik dikaitkan dengan peringatan hari lahirnya Nabi SAW atau pun tidak dikaitkan.
Atau panggung yang islami dimana para penyair membawakan sajak dan puisi yang indah memuji Rasulullah SAW, sebagaimana yang dahulu pernah dilakukan oleh para pujangga. Mereka berlomba menulis syaiar yang indah, yang dapat membangkitkan semangat persatuan umat Islam, serta membangkitkan semangat berjuang membela agama Allah SWT di muka bumi. Semua itu kalau dikaitkan dengan hari kelahiran Rasulullah SAW, adalah bentuk kegiatan yang positif.
Dan bisa saja dengan cara berbagi nikmat dan rejeki kepada mereka yang miskin dan kekurangan. Entah dengan pembagian sembako, atau makanan yang bisa mengenyangkan umat dari lapar dan dahaga.
Pendeknya semua kegiatan sosial pendidikan kemasyarakatan yang positif dan bermanfaat secara langsung, tentu sangat dianjurkan untuk dilakukan. Adapun mau dikaitkan dengan hari kelahiran Nabi SAW atau tidak, tidak perlu diributkan.
Demikian pendapat mereka yang membolehkan kegiatan seperti itu.
Saran
Mungkin ada baiknya kedua kelompok ini duduk bersama untuk membahas masalah ini secara lebih terbuka. Setidaknya agar umat Islam tidak dibuat bingung dan semakin saling bermusuhan dengan sesamanya.
Karena sikap-sikap dari masing-masing gurunya terkadang tidak mengajak ke arah toleransi dalam berbeda pendapat. Sebaliknya, cenderung malah sengaja ingin menyebarkan rasa permusuhan, merasa diri paling benar sendiri, orang lain harus dalam posisi yang salah, bodoh, jahil dan tidak punya ilmu.
Mentalitas seperti ini terkadang malah menggerogoti keikhlasan dalam berdakwah. Akhirnya, orientasi dakwah yang awalnya mengajak orang menjadi baik, berubah malah mengajak orang untuk saling memusuhi dengan sesama umat Islam.
Padahal seandainya masing-masing mengelar pendapat secara baik-baik, di dalam forum kajian yang ilmiyah, dengan dilandasi dengan semangat kebersamaan, serta rasa kasih sayang, tentu suasananya tidak akan sekeruh sekarang.
Mungkin dengan pergantian generasi hal itu akan tercapai, insyaallah
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc (wi)
sumber: this

No comments:

Post a Comment

Jika anda mempunyai sepucuk kata, tolong tempatkan disini, jika berkenan